Senin, 12 Desember 2016

KIMIA ORGANIK FISIK



Pertemuan VII
Polarisabilitas
Polarizabilitas/momen dipol merupakan jumlah vektor dari momen ikatan dan juga momen pasangan elektron bebas didalam suatu molekul dengan molekul bersifat polar jika memiliki µ>0 atau µ≠0 dan sebaliknya molekul bersifat nonpolar jika memiliki µ=0. Merupakan gaya yang bekerja antara molekul-molekul polar (senyawa kovalen polar), yaitu molekul-molekul yang memiliki momen dipol.
·         Setiap senyawa kovalen polar memiliki dipol, yaitu muatan yang terpolarisasi (terkutubkan) menjadi muatan positif dan negatif.
·         Dipol-dipol yang berbeda akan saling tarik-menarik, sedangkan yang berlawanan akan tolak-menolak. Makin besar momen dipolnya, semakin kuat gayanya.

Gaya ini terjadi karena adanya gaya dipol antar molekul, contohnya pada HCl berikut :

Kutub-kutub pada molekul terbentang sehingga satu ujung molekul polar yang positif akan  berinteraksi ujung negatif  molekul berikutnya.
Ø  Molekul polar biasanya asimetrik dan memiliki atom-atom dengan elektronegativitas yang berbeda. “Like dissolves like”

Ø  Molekul polar akan terlarut dalam  pelarut polar dan molekul non polar  akan terlarut dalam pelarut non polar

Jumlah elektron dalam suatu molekul berbanding lurus dengan massa molekulnya oleh karena itu kebolehpolaransuatu molekul semakin tinggi dengan bertambahnya massa molekulnya. Kenaikan kebolehpolaran molekul menyebabkan semakin mudahnya molekul tersebut membentuk dipol sesaat dan dipol induksian sehingga gaya london yang yang terjadi in kuat.

Adanya gaya london antara molekul-molekul nonpolar menyebabkan pada waktu peleburan dan pendidihan diperlukan sejumlah enengi untuk memperbesar jarak antara molekul-molekul nonpolar. Semakin kuat gaya london antar molekul-molekul, semakin besar pula energi yang digunakan untuk terjadinya peleburan dan pendidihan. Hal ini ditunjukkan dengan titik lebur dan titik didih zat seperti contoh pada tabel.
Kebolehpolaran molekul yang berisomer tergantung pada bentuknya. Dalam hal ini semakin tinggi tingkat simentri suatu molekul, maka awan elektronnya akan semakin sulit untuk dipolarisasi sehingga Kebolehpolarannya semakin rendah, akibat dipol sesaat molekul tersebut semakin sulit terbentuk. Molekul n-pentana dan neopentana merupakan senyawa yang berisomer tetapi dengan bentuk awan elektron yang berbeda. Molekul n-pentana yang berbentuk lurus awan elektronnya dapat dianggap bentuk silinder, sedangkan neopentana yang berbentuk tetrahedral awan elektronnya dapat dianggap berbentuk bola. Karena bola lebih simetri dari pada silinder n-pentana lebih mudah dipopularisasi dari pada awan elektron neopentana, kebolehpolaran n-pentana lebih tinggi dari pada kebolehpolaran neopentana. Akibatnya pada molekul n-pentana lebih mudah terbentuk dipol sesaat atau dipol induksian dibanding pada molekul neopentana. Mudahnya dipol sesaat dan dipol induksian terbentuk memperbesar kekuatan gaya london yang terjadi.
Sumber :

Senin, 05 Desember 2016

KIMIA ORGANIK FISIK

PERTEMUAN VI
Gaya Van Der Waals
Gaya Van Der Waals merupakan gaya tarik menarik listrik yang relatif lemah akibat kepolaran molekul yang permanen atau terinduksi (tidak permanen). Kepolaran permanen terjadi akibat kepolaran ikatan dalam molekulnya, sedangkan kepolaran tidak permanen terjadi akibat molekulnya terinduksi oleh partikel lain yang bermuatan sehingga molekul bersifat polar sesaat secara spontan. Gaya Van Der Waals dapat terjadi antara partikel yang sama atau berbeda.
Konsep gaya tarik menarik antar molekul ini digunakan untuk menurunkan persamaan zat-zat yang berada dalam fase gas. Gaya ini terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara inti atom dengan elektron atom lain yang disebut gaya tarik menarik elektrostatis (gaya coulomb) yang umumnya terdapat pada senyawa polar. Pada molekul non polar gaya Van Der Waals timbul karena adanya dipol-dipol sesaat atau gaya London. Karena Ikatan Van Der Waals muncul akibat adanya kepolaran, maka semakin kecil kepolaran molekulnya maka gaya Van Der Waalsnya juga akan makin kecil. Gaya van der waals dibagi berdasarkan jenis kepolaran partikelnya :
1. Interaksi Ion – Dipol (Molekul Polar)
Terjadi interaksi (berikatan) / tarik menarik antara ion dengan molekul polar (dipol). Interaksi ini termasuk jenis interaksi yang relatif cukup kuat.
2. Interaksi Dipol – Dipol
Merupakan interaksi antara sesama molekul polar (dipol). Interaksi ini terjadi antara ekor dan kepala dari molekul itu sendiri. Berlawanan kutub saling tarik menarik dan jika kutubnya sama saling tolak – menolak. Partikel penginduksi dapat berupa ion atau dipol lain.
3. Interaksi Ion – Dipol Terinduksi
Merupakan antar aksi ion dengan dipol terinduksi. Dipol terinduksi merupakan molekul netral, menjadi dipol akibat induksi partikel bermuatan yang berada didekatnya. Kemampuan menginduksi ion lebih besar daripada dipol karena muatan ion >>> (lebih besar) Ikatan ini relatif lemah karena kepolaran molekul terinduksi relatif kecil dari dipol permanen.
4. Interaksi Dipol – Dipol Terinduksi
Molekul dipol dapat membuat molekul netrallain bersifat dipol terinduksi sehingga terjadi antar aksi dipol – dipol terinduksi.Ikatan ini cukup lemah sehingga prosesnya berlangsung lambat.
5. Antar Aksi Dipol Terinduksi – Dipol Terinduksi (Gaya London)
 Mekanisme :

Pasangan elektron suatu molekul, baik yang bebas maupun yang terikat selalu bergerak mengelilingi inti. Electron yang bergerak dapat mengimbas atau menginduksi sesaat pada tetangga. sehingga molekul tetangga menjadi polar terinduksi sesaat. Molekul ini pula dapat menginduksi molekul tetangga lainnya sehingga terbentuk molekul – molekul dipole sesaat.

Gaya London ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
· Jumlah electron dalam atom atau molekul : Makin banyak electron yang dipunyai molekul makin besar gaya londonnya.
· Bentuk molekul : Molekul yang memanjang/tidak bulat, lebih mudah menjadi dipol dibandingkan dengan molekul yang bulat sehingga gaya dispersi londonnya akan semakin besar.
Ikatan Van der Waals juga ditemukan pada polymer dan plastik. Senyawa ini dibangun oleh satu rantai molekul yang memiliki atom karbon, berikatan secara kovalen dengan berbagai atom seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, dan atom lainnya. Interaksi dari setiap untaian rantai merupakan ikatan Van der Waals. Hal ini diketahui dari pengamatan terhadap polietilen, polietilen memiliki pola yang sama dengan gas mulia, etilen berbentuk bentuk gas menjadi cairan dan mengkristal atau memadat sesuai dengan pertambahan jumlah atom atau rantai molekulnya. Dispersi muatan terjadi dari sebuah molekul etilen, C2H4, yang menyebabkan terjadinya dipol temporer serta terjadi interaksi Van der Waals. Dalam kasus ini molekul H2C=CH2, selanjutnya melepaskan satu pasangan elektronnya dan terjadi ikatan yang membentuk rantai panjang atau polietilen. Pembentukan rantai yang panjang dari molekul sederhana dikenal dengan istilah polimerisasi.




Gaya Van der Waals terdiri dari tiga macam, yaitu:
a.    gaya Keesom/Gaya elektrostatis, meliputi interaksi antara:
1.  molekul ionik dengan molekul ionik
2.  dipol permanen dengan dipol permanen
b.    gaya Debye (interaksi antara dipol permanen dengan dipol terinduksi)
c.  Gaya London/Gaya Dispersi (interaksi antara dipol sementara dengan dipol terinduksi)
Senyawa-senyawa yang mempunyai ikatan van der waals akan mempunyai titik didih sangat rendah, tetapi dengan bertambahnya Mr Ikatan akan makin kuat sehingga titik didih lebih tinggi. Contohnya, titik didih C4H10>C3H8>C2H6>CH4. Contoh lainnya terdapat pada Br2 dan I2. Br2 berwujud cair tetapi mudah menguap dan I2 berwujud gas tetapi mudah menyublim. Hal ini disebabkan karena ikatan antara molekul Br2 dan I2 adalah ikatan van der waals.
Berdasarkan kepolaran partikelnya gaya Van Der Waals dibagi menjadi :
1.    Interaksi ion-dipol (molekul polar) : Terjadi interaksi/tarik menarik antara ion dengan molekul polar (dipol) yang relative cukup kuat.
2.    Interaksi dipol-dipol : Merupakan interaksi antara sesama molekul polar (dipol) yang terjadi antara ekor dan kepala dari molekul itu sendiri.
3.    Interaksi ion-dipol terinduksi : Merupakan interaksi ion dengan dipol terinduksi. Dipol terinduksi merupakan molekul netral dan menjadi dipol akibat induksi partikel bermuatan yang berada di dekatnya. Ikatan ini relatif lemah karena kepolaran molekul terinduksi relatif kecil daripada dipol permanen.
4.    Interaksi dipol-dipol terinduksi : Molekul dipol dapat membuat molekul netral lain yang bersifat dipol terinduksi sehingga terjadi interaksi dipol-dipol terinduksi dan ikatannya relatif lemah sehingga prosesnya berlangsung secara lambat.Antar aksi dipol terinduksi-dipol terinduksi (gaya london)
Gaya Van der Waals bersifat permanen sehingga lebih kuat dari gaya london. Gaya Van Der Waals terdapat pada senyawa Hidrokarbon seperti CH4. Perbedaan keelektronegatifan C(2,5) dengan H(2,1) sangat kecil, yaitu 0,4. Senyawa-senyawa yang memiliki ikatan Van Der Waals akan mempunyai titik didih yng sangat rendah, tetapi akan semakin tinggi apabila Mr bertambah karena ikatan akan semakin kuat (C4H10> C3H8> C2 H6> CH4).

Sumber :
Efinda Putri Normasari Susanto [080913075]


Sabtu, 03 Desember 2016

KIMIA ORGANIK FISIK

PERTEMUAN V
Tautomeri
Suatu senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam, dapat berada dalam dua bentuk yang disebut tautomer : suatu tautomer keto dan sebuah tautomer enol. Tautomer adalah isomer-isomer yang berbeda satu dengan yang lainnya hanya pada posisi ikatan rangkap dan sebuah atom hidrogen berhubungan. Tautomer keto suatu senyawa karbonil mempunyai struktur karbonil seperti diharapkan. Tautomer enol (dari –ena+-ol) yang merupakan suatu alcohol vinilik, terbentuk dengan serah-terima sebuah hidrogen asam dari karbon α ke oksigen karbonil. Karena atom hidrogen berada dalam posisi yang berlainan, kedua bentuk tautometrik ini bukanlah struktur-resonansi, melainkan dua struktur berlainan yang berada dalam kesetimbangan. (harus diingat bahwa struktur-struktur resonansi berbeda hanya dalam posisi elektron).
Bentuk enol tidak hanya memiliki ikatan rangkap berkonjugasi, yang sedikit menambah kestabilan, tetapi juga memiliki susunan yang sedemikian rupa sehingga mmemungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen internal, yang membantu menstabilkan tautomer ini.
Tautomeri dapat mempengaruhi kereaktivan suatu senyawa. Suatu pengecualian terhadap sifat keton yang tidak mudah teroksidasi, ialah oksidasi keton yang memiliki sekurang-kurangnya suatu hidrogen alfa. Suatu keton yang dapat menjalani tautomeri dapat dioksidasi oleh zat-pengoksidasi kuat pada ikatan rangkap karbon-karbon (dari) tautomer enolnya. Rendemen reaksi ini tidak diguakan untuk kerja sinetik, tetapi  sering digunakan dalam penuturan struktur.
Keto-enol tautomerism

Senyawa karbonil yang mempunyai atom hidrogen pada karbon alfa dapat mengadakan interkonversi yang cepat dengan bentuk enol-nya (e + ol, suatu alcohol tak jenuh). Interkonversi yang cepat antara dua spesies yang berbeda secara kimia tersebut merupakan suatu isomerisme yang spesial yang dikenal dengan nama tautomerisme, dan individual isomernya disebut tautomer.

Pada kesetimbangan, kebanyakan senyawa karbonil secara eksklusifberada dalam bentuk keto, dan sulit untuk mengisolasi bentuk enol yang murni. Misalnya, sikloheksanon mengandung hanya 0,001% tautomer enol pada temperatur kamar, dan aseton mengandung sekhar 0,0001% enol. Persentasi tautomer enol bahkan lebih rendah untuk asam karboksilat dan turunan asilnya seperti ester dan amida. Meskipun enol sulit diisolasi dan berada dalam jumlah yang kecil pada kesetimbangan, senyawa ini sangat penting dan terlibat dalam kebanyakan kimiawi dari senyawa karbonil.

Tautomerisme keto-enol dari senyawa karbonil dikatalisis oleh asam maupun basa. Katalisis asam melibatkan protonasi dari atom oksigen karbonil (basa Lewis), diikuti oleh lepasnya proton pada karbon alfa untuk menghasilkan enol yang netral.
Pembentukan enol yang dikatalisis basa terjadi melalui reaksi asam-basa antara katalis dan senyawa karbonil. Senyawa karbonil berlaku sebagai asam protik yang lemah dan memberikan salah satu atom hidrogen alfa kepada basa. Ion enolat yang terbentuk kemudian akan terprotonasi untuk menghasilkan senyawa netral. Jika protonasi ion enolat terjadi pada karbon alfa, keto tautomer akan terbentuk, dan itu berarti tidak ada perubahan yang terjadi. Jika protonasi terjadi pada atom oksigen karbonil, tautomer enol akan terbentuk.

Sumber :



Minggu, 27 November 2016

KIMIA ORGANIK FISIK

Pertemuan 4
Efek Induksi
Efek Induksi adalah tarikan kerapatan elektron melalui obligasi disebabkan oleh perbedaan elektronegativitas dalam atom. Sifat induksi terjadi karena adanya perbedaan keelektronegatifan. Gejala elektrostatik diteruskan melalui rantai karbon. Efek induksi itu dapat dinyatakan dengan I+ dan I- dimana I+ sebagai pendorong  yang nanti akan melepaskan elektron sedangkan I- sebagai penarik yang akan menerima elektron. Gugus pendorong electron (Gugus alkil yang terikat pada gugus fungsi senyawa organik), dimana semakin besar alkil yang terikat pada gugus fungsi akan mengakibatkan factor +I semakin besar. + I  menunjukkan kemampuan suatu gugus untuk mendorong/menolak elektron lebih kuat dari atom H. -I  menunjukkan kemampuan suatu gugus untuk  menarik elektron lebih kuat dari atom H. Efek induksi bekerja melalui ruang dan ikatan sigma. Makin jauh letak gugus/atom yang memiliki efek induksi, makin kecil pengaruhnya terhadap polarisai ikatan.
Dalam suatu ikatan kovalen tunggal dari atom yang tak sejenis, pasangan electron yang membentuk ikatan sigma, tidak pernah terbagi secara merata di antara kedua atom. Electron memiliki kecenderungan untuk tertarik sedikit ataupun banyak kearah atom yang lebih elektronegatif dari keduanya.
Berikut ini urutan reaktifitas  induksi –I (penarik electron):
            -Cl > -Br > -I > -OCH3 > -OH > -C6H5 > -CH+CH2 > -H
            Sifat induksi yang dimiliki sernyawa tersebut mempengaruhi reaktivitas molekul senyawa organic tersebut. Berikut efek induksi  dari beberapa gugus  yang terikat pada gugus fungsi senyawa organik :
Tabel 1. Efek induksi beberapa gugus


Contoh: senyawa asam karboksilat akan mempengaruhi sifat keasaman senyawa asam karboksilat dan pada senyawa alkil halide akan mempengaruhi gugus lepas pada reaksi substitusi dan eliminasi sedangkan senyawa karbonil akan mempengaruhi jalannya reaksi adisi nukleofil, dan sebagainya. Senyawa asam karboksilat seperti asam asetat dengan asam ά-kloro asetat, sifat keasaman ke dua senyawa akan berbeda. Gugus metil CH3 pada asam asetat bersifat +I (pendorong electron) sehingga atom C pada gugus karboksilat lebih bermuatan positif yang menyebabkan sulit lepas daripada  asam ά-kloro asetat dan menjadi keasamannya akan berkurang (Ka kecil) tetapi pKa besar. Sedangkan gugus Cl pada posisi ά pada asam ά-kloro asetat bersifat sebagai –I (penarik electron) yang menyebabkan pada gugus karboksilat kurang bermuatan positif sehingga H+ dari asam asetat mudah lepas maka keasaman akan bertambah (Ka besar) dan pKa kecil.


Asam metanoat lebih asam dari asam etanoat karena  pada asam etanoat terdapat gugus metil yang mempunyai kemampuan mendorong elektron ikatan melalui ikatan sigma  (C-C-O-H) sehingga atom O menjadi relatif makin negatif, akibatnya atom H sukar lepas sebagai H+, asamnya menjadi lebih lemah. Gugus CH3  mempunyai efek induksi mendorong elektron, diberi simbol +I.
Asam α-monoflouroetanoat lebih asam dari asam metanoat karena pada  asam α-monoflouroetanooat terdapat gugus F yang mempunyai kemampuan menarik elektron ikatan melalui ikatan sigma sehingga atom O menjadi relatif makin positif, akibatnya atom H makin mudah lepas sebagai H+, asamnya menjadi lebih kuat. Gugus F mempunyai efek induksi menarik elektron diberi simbol -I
            Untuk senyawa asam karboksilat yang mempunyai sifat induksi +I (pendorong electron) yang semakin besar maka sifat keasaman senyawa akan berkurang, sedangkan untuk senyawa asam karboksilat yang mempunyai sifat induksi -I (penarik electron) yang semakin besar maka sifat keasaman senyawa akan bertambah. Semakin jauh gugus penarik electron maka sifat keasaman senyawa asam karboksilat akan berkurang.
            Tabel 2. Harga pKa beberapa senyawa asam karboksilat: 


Sumber :
ratnaningsih.staf.upi.edu/files/2011/08/LEC-2efek-induksi.pptx






Minggu, 20 November 2016

KIMIA ORGANIK FISIK

PERTEMUAN 3
Gugus Fungsi
Gugus fungsi adalah sekelompok gugus yang khusus pada atom didalam molekul yang berperan memberi karakteristik reaksi kimia pada molekul tersebut. Sifat khusus pada senyawa karbon diakibatkan adanya atom atau gugus atom yang menentukan karakteristik senyawa tersebut. Gugus fungsi ini bersifat aktif. Ketika senyawa karbon direaksikan dengan zat lain maka gugus fungsinya yang akan mengalami perubahan.
Berdasarkan keberadaan gugus fungsi dari senyawa-senyawa karbon yang mulanya sangat banyak bisa dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Gugus fungsi ini membedakan suatu kelompok senyawa karbon dengan kelompok senyawa karbon lainnya. 
1.   Haloalkana (alkil halida)
Haloalkana merupakan gugus fungsi yang terdiri dari senyawa halogen dan alkana.
Rumus Umum :  R-X
Rumus Molekul :  CnH2n+1-X
Gugus Fungsi : -X ( X= halogen = F, Cl, Br, I )
Apabila alkana direaksikan dengan halogen akan terjadi halogenasi menghasilkan haloalkana atau juga dikenal dengan sebutan alkil halogenida. Berikut reaksinya:
R–H + X2 → R–X + HX
Contohnya :
CH3-Cl (Kloro-metana) Metil-klorida
CH2-Cl2 (Dikloro-metana) Metilen klorida
CH-Cl3 (Trikloro-metana) Kloroform
CCl4 (Tetrakloro-metana) Carbon tetraklorida

2.   Alkanol (Alkil Alkohol)
Alkanol (alkohol) adalah gugus fungsi yang salah satu atom H dalam senyawa alkana diganti oleh gugus –OH.
Rumus Umum : R – OH
Rumus molekul : CnH2n+1 - OH
Gugus Fungsi : -OH ( gugus hidroksil )
Contohnya :
CH3-OH (metanol) metil alkohol,
CH3-CH2-OH (etanol) etil alkohol,
CH3-CH2-CH2-OH (1-propanol) n-propil alkohol.
Alkohol yang memiliki satu gugus –OH disebut monoalkohol dan jika memiliki lebih dari satu gugus –OH maka disebut polialkohol.

3.   Eter (Alkoksi Alkana)
Alkoksi alkana adalah Gugus yang memiliki rumus umum R–O–R’. nama IUPAC untuk gugus fungsi senyawa karbon ini. Sedangkan sebutan eter adalah nama trivialnya.
Rumus Umum : R - O - R
Rumus Molekul : CnH2n+2O
Gugus Fungsi : -O- ( gugus oksi )
Contohnya :
CH3-O- CH3 (metoksi metana) dimetil-eter
CH3-O- CH2-CH3 (metoksi etana) etil-metil-eter
CH3-O-CH2-CH2-CH3 (1-metoksi propana) metil-propil-eter

4.   Alkanal (Aldehida)
Alkanal atau aldehid merupakan gugus senyawa karbon yang memiliki COH pada ujung rantai atom C.
Rumus Umum : R-COH atau R-CHO H
Rumus Molekul : CnH2nO
Contohnya :
H-CHO (metanal) formaldehid
CH3-CHO (etanal) asetaldehid
CH3-CH2-CHO (propanal) propionaldehid
CH3-CH2-CH2-CHO (butanal) butiraldehid
Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi alkohol primer dengan menggunakan senyawa KMnO4 atau K2Cr2O7.

5.   Alkanon (Keton)
alkanon atau keton dibuat melalui reaksi oksidasi alkohol sekunder.
Rumus Umum :  R-CO-R
Rumus Molekul :  CnH2nO
Contohnya :
CH3-CO-CH3 (propanon)
CH3-CO-CH2-CH3 (butanon)
CH3-CO-CH2-CH2-CH3 (2-pentanon)
CH3-CH2-CO-CH2-CH3 (3-pentanon)

6.   Asam Alkanoat (Asam Karboksilat)
Asam alkanoat atau asam karboksilat adalah senyawa yang mempunyai gugus fungsi -COOH.
Rumus Umum : R-COOH
Rumus Molekul : CnH2nO2
Contohnya :
H-COOH (asam metanoat) asam format
CH3-COOH (asam etanoat) asam asetat / asam cuka
CH3-CH2-COOH (asam propanoat) asam propionat
CH3-CH2-CH2-COOH (asam butanoat) asam butirat

7.   Alkil alkanoat (Ester)
Alkil alkanoat atau Ester adalah Sebuah senyawa karbon yang mengikat gugus fungsi –COOR.
Rumus Umum :  R-COO-R1
Rumus Molekul : CnH2nO2
Contohnya :
H-COO-CH3 (metil-metanoat) metil-formiat
CH3-COO-CH3 (metil-etanoat) metil-asetat
H-COO-CH2-CH3 (etil-metanoat) etil-formiat
CH3-COO-CH2-CH3 (etil-etanoat) etil-asetat
H-COO-CH2-CH2-CH3 (propil-metanoat) propil-formiat
CH3-COO-CH2-CH2-CH3 (propil-etanoat) propil-asetat
Ester dibuat dengan mereaksikan asam karboksilat dengan alkohol dibantu katalis asam sulfat.

Berikut tabel gugus fungsi : 



SUMBER :